ILMU MERUPAKAN SYARAT BAGI KERJAYA KEPIMPINAN
(POLITIK,KETENTERAAN, DAN KEHAKIMAN)
Dari huraian tersebut dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan
merupakan syarat bagi semua profesi kepemimpinan, baik dalam
bidang politik maupun administrasi. Sebagaimana yang dilakukan
oleh Yusuf as ketika berkata kepada Raja Mesir:
" ... sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi
seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada
sisi kami." Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku
bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan."
(Yusuf: 54-55)
Yusuf as menunjukkan keahliannya dalam pekerjaan besar yang
ditawarkan kepadanya, yang mencakup pengurusan kewangan,
ekonomi, perancangan, pertanian, dan logistik pada waktu itu.
Yang terkandung di dalam keahlian itu ada dua hal:
1- Kejujuran
2- Pengalaman dan
kemampuan
Kenyataan itu sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh salah seorang anak perempuan Nabi besar dalam surah
al-Qashash:
"... karena sesungguhnya orang yang paling baik yang
kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang
kuat lagi dapat dipercaya." (al-Qashash: 26)
Ia juga dapat dijadikan sebagai pedoman dalam perihal ketenteraan: Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT ketika memberikan
alasan bagi pemilihan Thalut sebagai raja atas bani Israil:
"... Nabi (mereka) berkata, "Sesungguhnya Allah telah
memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya ilmu
pengetahuan yang luas dan tubuh yang perkasa..."
(al-Baqarah, 247)
Pedoman itu juga sepatutnya diberlakukan dalam dunia
kehakiman, sehingga orang-orang yang hendak diangkat menjadi
hakim diharuskan memenuhi syarat seperti syarat yang
diberlakukan bagi orang yang hendak menjadi khalifah. Untuk
menjadi hakim itu tidak cukup hanya dengan menyandang sebagai
ulama yang bertaqlid kepada ulama lainnya. Karena pada
dasarnya, ilmu pengetahuan merupakan kebenaran itu sendiri
dengan berbagai dalilnya, dan bukan ilmu pengetahuan yang
diberitahukan oleh Zaid atau Amr. Orang-orang yang bertaqlid
kepada manusia yang lainnya tanpa ada alasan yang membenarkan
tindakannya, atau ada alasannya tetapi sangat lemah, maka
orang itu dianggap tidak mempunyai ilmu pengetahuan.
Keputusan hukum yang diterima dari orang yang melakukan
taqlid, adalah sama dengan kekuasaan yang dilakukan oleh orang
yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan, yang sangat penting.
Akan tetapi ada batasan-batasan tertentu dan minimal bagi ilmu
pengetahuan yang mesti dikuasai oleh hakim itu. Jika tidak,
maka dia akan membuat keputusan hukum berdasarkan kebodohan
dan akan menjadikannya sebagai penghuni neraka.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Buraidah dari
Rasulullah saw bersabda:
"Ada tiga golongan hakim. Dua golongan berada di
neraka, dan satu golongan lagi berada di surga. Yaitu
seorang yang mengetahui kebenaran kemudian dia membuat
keputusan hukum dengan kebenaran itu, maka dia berada
di surga. Seorang yang memberikan keputusan hukum yang
didasarkan atas kebodohannya, maka dia berada di
neraka. Kemudian seorang yang mengetahui kebenaran
tetapi dia melakukan kezaliman dalam membuat keputusan
hukum, maka dia berada di neraka."
Rumusan dari
FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al Qardhawy
Robbani Press, Jakarta
Cetakan pertama,
Rajab 1416H/Desember 1996M.
-Wallahualam-
No comments:
Post a Comment