Sunday 22 January 2012

FIQH AWLAWIYAT:KEUTAMAAN ILMU ATAS AMAL


Di antara pemberian prioritas yang dibenarkan oleh agama ialah
prioritas  ilmu  atas  amal.  Ilmu  itu harus didahulukan atas
amal, karena ilmu merupakan petunjuk  dan  pemberi  arah  amal
yang  akan  dilakukan. 
 Dalam hadits Mu'adz disebutkan, "ilmu,
itu pemimpin, dan amal adalah pengikutnya."

Oleh sebab itu, Imam Bukhari meletakkan satu bab tentang  ilmu
dalam  Jami'  Shahih-nya,  dengan  judul  "Ilmu itu Mendahului
Perkataan dan Perbuatan." Para pemberi syarah  atas  buku  ini
menjelaskan  bahwa ilmu yang dimaksudkan dalam judul itu harus
menjadi  syarat  bagi  ke-shahih-an  perkataan  dan  perbuatan
seseorang.  Kedua hal itu tidak dianggap shahih kecuali dengan
ilmu; sehingga ilmu itu  didahulukan  atas  keduanya.  Ilmulah
yang  membenarkan  niat  dan  membetulkan  perbuatan yang akan
dilakukan.  Mereka  mengatakan:  "Bukhari  ingin  mengingatkan
orang  kepada  persoalan  ini,  sehingga  mereka  tidak  salah
mengerti dengan pernyataan 'ilmu itu tidak bermanfaat  kecuali
disertai  dengan  amal  yang pada gilirannya mereka meremehkan
ilmu pengetahuan dan enggan mencarinya."

Bukhari mengemukakan  alasan  bagi  pernyataannya  itu  dengan
mengemukakan sebagian ayat al-Qur'an dan hadits Nabi saw:

   "Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan
   selain Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas
   dosa orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan..."
   (Muhammad: 19)

Oleh karena itu,  Rasulullah  saw  pertama-tama  memerintahkan
umatnya  untuk menguasai ilmu tauhid, baru kemudian memohonkan
ampunan yang berupa amal perbuatan. Walaupun perintah di dalam
ayat  itu  ditujukan  kepada  Nabi  saw,  tetapi ayat ini juga
mencakup umatnya.

Dalil yang lainnya ialah ayat berikut ini:

   "... Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
   hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama..." (Fathir: 28)

Ilmu pengetahuanlah yang menyebabkan rasa takut kepada  Allah,
dan mendorong manusia kepada amal perbuatan.

Sementara   dalil   yang   berasal  dari  hadits  ialah  sabda
Rasulullah saw:

   "Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka dia
   akan diberi-Nya pemahaman tentang agamanya."2

Karena bila dia memahami ajaran agamanya,  dia  akan  beramal,
dan melakukan amalan itu dengan baik.

Dalil   lain   yang   menunjukkan   kebenaran   tindakan  kita
mendahulukan ilmu atas amal ialah bahwa ayat yang pertama kali
diturunkan  ialah  "Bacalah."  Dan  membaca  ialah  kunci ilmu
pengetahuan;  dan  setelah  itu  baru  diturunkan  ayat   yang
berkaitan dengan kerja; sebagai berikut:

   "Hai orang yang berselimut. Bangunlah, lalu berilah
   peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu
   bersihkanlah." (al-Muddatstsir: 1-4)

Sesungguhnya ilmu  pengetahuan  mesti  didahulukan  atas  amal
perbuatan,  karena  ilmu  pengetahuanlah yang mampu membedakan
antara yang haq dan yang bathil dalam keyakinan umat  manusia;
antara  yang  benar  dan yang salah di dalam perkataan mereka;
antara perbuatan-perbuatan yang  disunatkan  dan  yang  bid'ah
dalam  ibadah; antara yang benar dan yang tidak benar di dalam
melakukan muamalah; antara tindakan yang  halal  dan  tindakan
yang  haram; antara yang terpuji dan yang hina di dalam akhlak
manusia; antara ukuran yang diterima dan ukuran yang  ditolak;
antara  perbuatan  dan  perkataan  yang bisa diterima dan yang
tidak dapat diterima.

Oleh sebab itu, kita seringkali menemukan ulama pendahulu kita
yang   memulai   karangan   mereka  dengan  bab  tentang  ilmu
pengetahuan. Sebagaimana yang dilakukan oleh  Imam  al-Ghazali
ketika menulis buku Ihya' 'Ulum al-Din; dan Minhaj al-'Abidin.
Begitu pula yang dilakukan oleh al-Hafizh  al-Mundziri  dengan
bukunya   at-Targhib   wat-Tarhib.   Setelah  dia  menyebutkan
hadits-hadits tentang  niat,  keikhlasan,  mengikuti  petunjuk
al-Qur'an  dan  sunnah  Nabi saw; baru dia menulis bab tentang
ilmu pengetahuan.

Fiqh prioritas yang sedang kita perbincangkan  ini  dasar  dan
porosnya  ialah ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan kita
dapat mengetahui apa yang mesti didahulukan dan apa yang harus
diakhirkan.  Tanpa ilmu pengetahuan kita akan kehilangan arah,
dan melakukan tindakan yang tidak karuan.

Benarlah apa yang pernah diucapkan oleh khalifah Umar bin  Abd
al-Aziz,  "Barangsiapa  melakukan  suatu  pekerjaan tanpa ilmu
pengetahuan tentang itu maka apa yang dia rusak  lebih  banyak
daripada apa yang dia perbaiki."
 
Dipetik dari:
FIQH PRIORITAS
Sebuah Kajian Baru Berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah
Dr. Yusuf Al Qardhawy
Robbani Press, Jakarta
Cetakan pertama, Rajab 1416H/Desember 1996M 
 
-Wallahualam-

No comments:

Post a Comment